![]() |
Narasi Indonesia.com, JAKARTA-Geopolitik dunia sedang berada di masa new-bipolar (dwikutub baru) di mana kekuatan baru Aliansi China dan Rusia (plus Iran dan Korea Utara) bergerak mengimbangi US dan Barat (plus jepang dan Korea Selatan). Indonesia sebagai negara epicentrum yang persis berada di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudra (Pasific dan Hindia) jelas berada di antara dua kepentingan kutub RRC-Rusia dan US-Barat.
Wieldan Sekjen RPMG DKI yang juga alumni UNHAN RI menyampaikan bahwa dalam konteks diplomasi, Indonesia
perlu memperkuat posisi diplomasi melalui tools ekonomi sekaligus menjaga
kedaulatan politik di teritori darat, laut, dan udara.
Lebih lanjut, Sekjen RPMG DKI menjelaskan dalam konteks ekonomi, Indonesia bisa tetap berdagang dengan kedua kutub (China, Rusia, USA, dan Uni Eropa), di luar itu ada rekan diplomasi ekonomi seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan negara-negara Timur Tengah seperti Saudi, Yordan, Qatar, dan UEA.
"Tentunya dengan mengedepankan prinsip
Hilirisasi sesuai dengan Program Asta Cita. Dalam konteks politik Indonesia
harus tetap menjaga kedaulatan di Laut Natuna Utara dan wilayah teritori darat
dari himpitan politik kutub-kutub besar. Juga terpenting membangun kesepahaman
dengan negara-negara yang berbatasan seperti Malaysia, Singapura, Filipina,
Thailand, dan Papua Nugini demi stabilitas NKRI di wilayah laut, darat, dan
udara," pinta Wieldan.
Lalu mengapa Prabowo-Gibran? Pengalaman Prabowo sebagai Menhan tentunya sangat memahami doktrin diplomasi bebas-aktif dan doktrin pertahanan defensif-aktif dalam membangun diplomasi dengan negara-negara kutub (China-Rusia dan US-Barat) maupun negara periphery.
Relasi antar negara Prabowo
juga tak diragukan lagi, pernah menjadi Pangkostrad dengan pangkat Letjen TNI
yang selama bertugas aktif dalam diplomasi pertahanan. Prabowo pernah bermukim
di luar negeri sehingga memiliki pandangan mengenai outward looking foregin
policy. Dua bukti tersebut menjadi modal Presiden Prabowo dalam menahkodai
kapal NKRI mengayuh di antara dua karang (kutub-kutub dunia).
Gibran dengan kecakapan pengalaman bisnisnya juga bisa mendorong kerjasama dengan tema ekonomi dan sektor industri yang berprinsip hilirisasi dengan negara-negara tersebut. Di luar itu, Prabowo Gibran juga tidak memiliki sejarah dependensi politik oleh US-Barat maupun China-Rusia.
Hal ini yang memudahkan langkah Prabowo-Gibran untuk menciptakan Indonesia sebagai epicentrum baru dalam geopolitik dunia. Yang terpenting, proses diplomasi ini akan berujung pada penguatan kapasitas pertahanan NKRI (dengan mendapatkan kesempatan perdagangan dan transfer teknologi di bidang alutsista), tutup Sekjen RPMG DKI.*
(m/NI)