![]() |
Narasi Indonesia.com, Polewali Mandar - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Polewali Mandar kembali memunculkan sorotan tajam terhadap aktivitas PT. Kencana Hijau Bina Lestari (KHB Lestari) pada 15 Agustus 2025. Meski perusahaan mengantongi seluruh izin formal, keresahan masyarakat soal pencemaran lingkungan dan transparansi CSR belum juga mereda, pada Rabu (20/8/2025).
Dalam forum yang berlangsung panas, Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pariwisata dan Pecinta Alam Mahasiswa Islam (Bakornas LEPPAMI) PB HMI membeberkan dugaan pelanggaran di lapangan. Keluhan warga tentang asap hitam, bau menyengat seperti tiner di malam hari, serta ketidakjelasan tanggung jawab sosial perusahaan menjadi sorotan utama.
“Izin formal bukan berarti bebas masalah. Jika masyarakat mencium bau tiner dan melihat asap pekat, maka ada yang tidak beres di lapangan,” tegas Supyan, perwakilan LEPPAMI.
Pemerintah dan Perusahaan Klaim Tak Ada Masalah
Sementara itu, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) menegaskan bahwa izin lingkungan perusahaan telah lengkap sejak 2019. Pemantauan rutin disebut telah dilakukan, dan hasil laboratorium menunjukkan bahwa emisi masih berada dalam ambang batas aman.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga memastikan bahwa seluruh izin usaha, Nomor Induk Berusaha (NIB), dan izin industri PT KHB Lestari dinyatakan sah. Soal kesesuaian tata ruang, PTSP menyerahkannya ke Dinas PUPR.
Pihak perusahaan pun menyatakan telah mematuhi seluruh peraturan. Lokasi pabrik disebut berjarak aman dari aliran sungai, dan program CSR telah berjalan, meski nilai kontribusinya tidak diungkap ke publik.
Publik Tak Percaya, Empat Catatan Kritis Mengemuka
Terlepas dari legalitas yang diklaim lengkap, publik masih merasa resah. Empat catatan kritis muncul dari forum RDP tersebut:
Data Teknis vs Realita Lapangan
Meskipun laporan resmi menyebutkan emisi aman, warga tetap mengeluhkan gangguan kualitas udara.CSR Tanpa Angka dan Arah
Tidak ada transparansi terkait nilai dan distribusi CSR, sehingga publik tak bisa menilai komitmen sosial perusahaan.Pengawasan Pasif
Pemerintah dinilai hanya bertindak setelah tekanan publik muncul, bukan dari mekanisme pengawasan aktif dan partisipatif.Standar Pengawasan Dipertanyakan
Jika semua izin diklaim lengkap, mengapa masyarakat masih mencium bau kimia dan melihat asap hitam?
Desakan Audit Terbuka Menguat
Komisi III DPRD Polewali Mandar memang telah meminta DLHK menyerahkan seluruh data pemantauan dan mempertegas bahwa CSR adalah kewajiban hukum. Namun, desakan agar DPRD tak berhenti pada klarifikasi administratif terus disuarakan.
“Kami mendesak DPRD tidak hanya mencatat, tapi membentuk tim pemantau independen, mempublikasikan nilai CSR, dan melakukan audit terbuka terhadap dampak lingkungan,” ujar Supyan dari LEPPAMI PB HMI.
Izin Lengkap Bukan Jaminan Akuntabilitas
Kasus PT. KHB Lestari menjadi pelajaran penting bahwa legalitas administratif tidak selalu selaras dengan realita sosial dan ekologis. DPRD sebagai representasi rakyat dituntut mengambil langkah konkret: audit terbuka, keterlibatan publik, dan transparansi penuh terhadap aktivitas industri yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.*
(m/NI)