Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

ALL EYES ON PAPUA, Bentuk Perhatian atau Ikut-Ikutan

Jumat, 14 Juni 2024 | Juni 14, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-14T11:15:51Z


Narasi Indonesia.com, MALANG-Ada tiga juta lebih pengguna sosial media menyerukan dukungan kampanye “All Eyes On Papua” karena pemerintah tidak bisa menutup mata. Adanya kampanye di sosial media yang menggagas gerakan “All eyes on Papua” patut diapresiasi. Viralnya tagar itu menunjukan bahwa masyarakat memiliki solidaritas tinggi terhadap suku Awyu di Boven Digeol Papua Selatan serta suku Moi di Sorong Papua Barat Daya. Kedua suku tersebut sedang berjuang menuntut untuk mempertahankan hutan adatnya dari ancaman kekuasaan.


Adanya gerakan “All eyes on Papua” menandakan adanya kekuatan masyarakat sipil dalam memanfaatkan media sosial. Kampanye itu menarik perhatian masyarakat pada perjuangan suku Awyu yang lebih praktis namun terabaikan selama kurang lebih tiga tahun. Munculnya poster dan tagar menunjukan adanya rasa simpati masyarakat sipil terhadap hal-hal yang apatis yang dilakukan oleh para penguasa.


Munculnya gerakan seperti ini tidak bisa berhenti pada penandatangan dari petisi saja. Kasus Awyu hanyalah segelintir kasus yang banyak dihadapi masyarakat adat di Indonesia. Deforestasi yang terjadi di papua yang mana memiliki hutan alam terluas di Indonesia menjadi sebuah kekhawatiran yang paling utama. Laporan dari Melihat ke Timur: Deforestasi dan Pelepasan Lahan Hutan di Papua oleh yayasan Auriga Nusantara pada tahun 2021 mengungkapkan, dalam dua tahun terakhir, tutupan hutan yang ada di papua menyusut lebih dari 663.000 hektar. 25 juta karbon dioksida hilang diakibatkan deforestasi hutan adat di Papua dan memperburuk ancaman krisis iklim untuk kita semua.


Hal-hal seperti ini masuk dalam agenda politik, pada tahun Sembilan puluhan pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal dimasukan dalam agenda politik internasional dalam beberapa publikasi lembaga sosial. Pada tahun 1997, berbagai negara diundang oleh Panel Antar Pemerintah tentang Hutan (IPF) untuk melakukan penelitian serta menggali informasi mengenai sifat dari perdagangan kayu illegal.


Deforestasi dan pembalakan liar seringkali menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal yang mata pencahariannya bergantung pada hutan. Dalam pertanian tradisional, perempuan memainkan peran utama pada seluruh siklus menanam, merawat dan memanen tanaman. Yang juga tercermin pada posisi ekonomi dan sosialnya. Adanya perkebunan kelapa sawit telah mengubah pekerjaan dan peran perempuan. Selepas dari pulau-pulau lain di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan dan jawa, dimana penebangan hutan tersebar luas.


Pulau Papua adalah pulau terbesar ketiga dan merupakan salah satu hutan asli terakhir di dunia. Para ilmuan menekankan bahwa kawasan ini sangat penting bagi konservasi keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Dengan luas permukaan hanya satu persen, pulau Papua mewakili lima persen dari total keanekaragaman hayati global.


Penulis membalikan dengan latar belakang dari kampanye “All eyes on Papua” yang mana itu merupakan sebuah konflik lahan yang sedang terjadi di papua. Masyarakat adat suku Awyu didampingi oleh koalisi selamatkan hutan adat papua menggugat izin lingkungan kebun sawit dari salah satu koorporasi. Mereka menolak dengan serius rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar itu. Apabila proyek itu terlaksana, hutan adat yang selama ini merupakan sumber penghidupan bagi mereka akan hilang dan pasti kehidupan mereka akan terancam.


Munculnya kampanye “All eyes on Papua” merupakan sebuah gagasan dari masyarakat untuk mendorong perubahan dalam menghadapi situasi hukum dan peradilan yang kurang maksimal saat ini. Pemerintah harus lebih bisa menyikapi besarnya dukungan masyarakat dengan serius. Kita perlu menegakkan keadilan iklim dan lingkungan, yang itu bukan hanya penting bagi masyarkat Awyu tapi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk memastikan pemerintah tidak terus menerus Digombali bisnis besar, sudah saatnya semua mata melirik bukan hanya ke Papua tapi ke seluruh wilayah Indonesia.


Perlu kita perhatikan bahwa adanya deforestasi hutan, perampasan hutan adat, pengusiran dan penangkapan masyarakat adat dan lain sebagainya. Dan itu penulis melihat adalah bentuk nyata dari unconsisten dari government yang mana memang disengaja oleh orang-orang berkepentingan serta kaum-kaumnya. Penegakkan hukum yang dilakukan juga harus transparan dan adil. Semua pembangunan yang berdampak pada hutan adat harus melibatkan konsultasi yang nyata dengan masyarkat adat dan perlindungan hutan adat merupakan bagian terpenting dari pelestarian lingkungan.*


Penulis:

Bahtiar Pajengge


Editor:

(m/NI)

 

 

 

×
Berita Terbaru Update