![]() |
Narasi Indonesia.com, MALANG-Ada
tiga juta lebih pengguna sosial media menyerukan dukungan kampanye “All Eyes On
Papua” karena pemerintah tidak bisa menutup mata. Adanya kampanye di sosial
media yang menggagas gerakan “All eyes on Papua” patut diapresiasi. Viralnya
tagar itu menunjukan bahwa masyarakat memiliki solidaritas tinggi terhadap suku
Awyu di Boven Digeol Papua Selatan serta suku Moi di Sorong Papua Barat Daya.
Kedua suku tersebut sedang berjuang menuntut untuk mempertahankan hutan adatnya
dari ancaman kekuasaan.
Adanya
gerakan “All eyes on Papua” menandakan adanya kekuatan masyarakat sipil dalam
memanfaatkan media sosial. Kampanye itu menarik perhatian masyarakat pada
perjuangan suku Awyu yang lebih praktis namun terabaikan selama kurang lebih
tiga tahun. Munculnya poster dan tagar menunjukan adanya rasa simpati
masyarakat sipil terhadap hal-hal yang apatis yang dilakukan oleh para
penguasa.
Munculnya
gerakan seperti ini tidak bisa berhenti pada penandatangan dari petisi saja.
Kasus Awyu hanyalah segelintir kasus yang banyak dihadapi masyarakat adat di
Indonesia. Deforestasi yang terjadi di papua yang mana memiliki hutan alam
terluas di Indonesia menjadi sebuah kekhawatiran yang paling utama. Laporan
dari Melihat ke Timur: Deforestasi dan Pelepasan Lahan Hutan di Papua oleh
yayasan Auriga Nusantara pada tahun 2021 mengungkapkan, dalam dua tahun
terakhir, tutupan hutan yang ada di papua menyusut lebih dari 663.000 hektar.
25 juta karbon dioksida hilang diakibatkan deforestasi hutan adat di Papua dan
memperburuk ancaman krisis iklim untuk kita semua.
Hal-hal
seperti ini masuk dalam agenda politik, pada tahun Sembilan puluhan pembalakan
liar dan perdagangan kayu illegal dimasukan dalam agenda politik internasional
dalam beberapa publikasi lembaga sosial. Pada tahun 1997, berbagai negara
diundang oleh Panel Antar Pemerintah tentang Hutan (IPF) untuk melakukan
penelitian serta menggali informasi mengenai sifat dari perdagangan kayu
illegal.
Deforestasi
dan pembalakan liar seringkali menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal yang
mata pencahariannya bergantung pada hutan. Dalam pertanian tradisional,
perempuan memainkan peran utama pada seluruh siklus menanam, merawat dan
memanen tanaman. Yang juga tercermin pada posisi ekonomi dan sosialnya. Adanya
perkebunan kelapa sawit telah mengubah pekerjaan dan peran perempuan. Selepas
dari pulau-pulau lain di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan dan jawa, dimana
penebangan hutan tersebar luas.
Pulau
Papua adalah pulau terbesar ketiga dan merupakan salah satu hutan asli terakhir
di dunia. Para ilmuan menekankan bahwa kawasan ini sangat penting bagi
konservasi keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Dengan luas permukaan hanya
satu persen, pulau Papua mewakili lima persen dari total keanekaragaman hayati
global.
Penulis
membalikan dengan latar belakang dari kampanye “All eyes on Papua” yang mana
itu merupakan sebuah konflik lahan yang sedang terjadi di papua. Masyarakat
adat suku Awyu didampingi oleh koalisi selamatkan hutan adat papua menggugat
izin lingkungan kebun sawit dari salah satu koorporasi. Mereka menolak dengan
serius rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar itu. Apabila proyek itu
terlaksana, hutan adat yang selama ini merupakan sumber penghidupan bagi mereka
akan hilang dan pasti kehidupan mereka akan terancam.
Munculnya
kampanye “All eyes on Papua” merupakan sebuah gagasan dari masyarakat untuk
mendorong perubahan dalam menghadapi situasi hukum dan peradilan yang kurang
maksimal saat ini. Pemerintah harus lebih bisa menyikapi besarnya dukungan
masyarakat dengan serius. Kita perlu menegakkan keadilan iklim dan lingkungan,
yang itu bukan hanya penting bagi masyarkat Awyu tapi bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Untuk memastikan pemerintah tidak terus menerus Digombali
bisnis besar, sudah saatnya semua mata melirik bukan hanya ke Papua tapi ke
seluruh wilayah Indonesia.
Perlu
kita perhatikan bahwa adanya deforestasi hutan, perampasan hutan adat,
pengusiran dan penangkapan masyarakat adat dan lain sebagainya. Dan itu penulis
melihat adalah bentuk nyata dari unconsisten dari government yang mana memang
disengaja oleh orang-orang berkepentingan serta kaum-kaumnya. Penegakkan hukum yang
dilakukan juga harus transparan dan adil. Semua pembangunan yang berdampak pada
hutan adat harus melibatkan konsultasi yang nyata dengan masyarkat adat dan
perlindungan hutan adat merupakan bagian terpenting dari pelestarian
lingkungan.*
Penulis:
Bahtiar Pajengge
Editor:
(m/NI)