![]() |
Menurut PW SEMMI NTB, penyajian informasi yang tidak lengkap berpotensi memanipulasi persepsi publik dan mengaburkan tanggung jawab teknis serta keselamatan kerja.
Berdasarkan hasil penelusuran lapangan dan audit independen yang dilakukan organisasi tersebut, kendaraan yang mengalami kecelakaan dipastikan merupakan mobil tangki milik dan dioperasikan oleh PT Elnusa Petrofin, Sebagai Salah Satu Vendor Di PT Pertamina Niaga. Bahkan, armada yang terlibat kecelakaan di Sape disebut merupakan kendaraan yang sama yang sebelumnya pernah mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu di Kabupaten Dompu.
“Kesimpulan ini kami peroleh dari konfirmasi langsung dengan sopir aktif mobil tangki BBM, keterangan eks sopir dan kernet yang pernah mengalami kecelakaan serupa, serta riwayat kecelakaan berulang armada yang sama di wilayah Dompu dan Bima,” ujar Rizal PW SEMMI NTB dalam pernyataan, Sabtu (14/12/2025).
Muhammad Rizal Ansari Ketua PW SEMMI NTB, juga mengungkapkan bahwa pihaknya sejak Agustus hingga Oktober 2025 telah melakukan advokasi dan pendampingan terhadap eks sopir dan kernet PT Elnusa Petrofin yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak usai kecelakaan serupa. Para pekerja tersebut, menurut SEMMI, diberhentikan dengan tunjangan yang dinilai tidak layak dan tidak manusiawi.
Padahal, sebelum kecelakaan terjadi, para sopir telah menyampaikan keluhan terkait kerusakan mesin, beban kerja yang tinggi, serta tidak adanya jaminan pembayaran upah lembur sesuai ketentuan perundang-undangan.
PW SEMMI NTB menilai kecelakaan di Sape bukanlah peristiwa tunggal, melainkan bagian dari pola kecelakaan berulang yang menunjukkan adanya dugaan kelalaian sistemik dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Sejumlah temuan lapangan sejak Agustus 2025 menunjukkan adanya beban kerja berlebihan terhadap sopir dan kernet yang bekerja dari pukul 07.00 WITA hingga 24.00 WITA, upah lembur yang tidak dibayarkan secara layak, kondisi armada yang bermasalah secara teknis, hingga keluhan teknis yang diabaikan meski kendaraan tetap dipaksakan beroperasi. Selain itu, PW SEMMI NTB juga mencatat adanya praktik PHK sepihak pascakecelakaan tanpa mekanisme pembelaan diri bagi pekerja.
“Kami juga menemukan dugaan kuat bahwa kecelakaan terakhir dipicu oleh rem blong, yang menyebabkan kendaraan terbakar dan merenggut nyawa pekerja,” Ungkap Rizal Ketua PW SEMMI NTB.
Atas dasar itu, PW SEMMI NTB menilai peristiwa ini sebagai alarm keras atas gagalnya manajemen keselamatan kerja PT Elnusa Petrofin, serta lemahnya pengawasan terhadap mitra kerja oleh PT Pertamina Patra Niaga.
PW SEMMI NTB secara terbuka menyampaikan somasi kepada PT Elnusa Petrofin untuk menghentikan sementara operasional armada yang belum lulus uji kelayakan teknis dan K3, melakukan audit independen, serta bertanggung jawab penuh atas korban meninggal dan luka, termasuk pemenuhan hak normatif pekerja. Organisasi ini juga mendesak dibukanya kembali kasus-kasus PHK sepihak terhadap korban kecelakaan sebelumnya.
Selain itu, PT Pertamina Patra Niaga diminta tidak mengaburkan fakta operasional armada dalam rilis publik serta bertanggung jawab atas pengawasan mitra distribusi BBM, termasuk membuka data kemitraan, standar K3, dan hasil evaluasi terhadap PT Elnusa Petrofin.
PW SEMMI NTB memberikan batas waktu 3 x 24 jam sejak pernyataan ini dipublikasikan untuk adanya klarifikasi dan tindakan nyata. Jika tidak direspons, mereka menyatakan akan melaporkan kasus ini ke Disnaker, Ditjen Migas, dan Kementerian Ketenagakerjaan, mendorong investigasi pidana, mengajukan pengaduan ke Komnas HAM, serta menggalang solidaritas publik.
“Nyawa pekerja bukan biaya operasional dan bukan angka statistik. Setiap kecelakaan yang berulang adalah bukti kegagalan sistem dan tanggung jawab korporasi. Keselamatan kerja adalah hak, bukan pilihan,” tegas Rizal Ketua PW SEMMI NTB.*
(m/NI)
