![]() |
Narasi Indonesia.com, Dompu NTB - Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) NTB mengecam sikap penyidik Polres Dompu yang dinilai lalai dan abai menjalankan kewenangan penyidikan terhadap oknum EL, anggota DPRD Provinsi NTB. SEMMI menegaskan bahwa secara yuridis, polisi dapat dianggap lalai dan melanggar ketentuan hukum serta etika profesi karena tidak melakukan penjemputan paksa padahal syarat hukumnya sudah terpenuhi.
Menurut SEMMI, kewajiban penjemputan paksa tersebut diatur jelas dalam Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan: "Dalam hal tersangka atau saksi tidak memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan yang patut dan wajar, penyidik dapat memerintahkan untuk dibawa dengan perintah tertulis.”
Namun, dalam kasus ini, tindakan penyidik Polres Dompu dianggap mengabaikan kewajiban tersebut dengan sejumlah alasan, yaitu:
1. Sudah ada dua alat bukti yang sah dan dua kali pemanggilan yang patut, tetapi tidak ada tindakan lanjut yang diambil.
2. Polisi memilih diam dan tidak melakukan penyidikan lanjutan meski syarat formil sudah terpenuhi.
3. Terindikasi adanya perlindungan terhadap pihak tertentu sehingga yang bersangkutan tidak diperiksa secara serius.
SEMMI menilai bahwa kelalaian ini masuk dalam kategori "kelalaian menjalankan tugas penyidikan" atau bahkan "penyalahgunaan wewenang" karena tidak menggunakan kewenangan yang dimiliki secara tepat dan semestinya.
Lebih jauh, SEMMI menegaskan pelanggaran sejumlah ketentuan hukum yang harusnya menjadi pedoman bagi penyidik Polri, antara lain:
• Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang menegaskan tugas pokok Polri untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
• Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Kepolisian yang memberikan wewenang kepada polisi untuk melakukan penyidikan atas semua tindak pidana. Kegagalan menjalankan kewenangan ini berarti menelantarkan tugas penegakan hukum.
• Pasal 4 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengatur agar penyidikan dilaksanakan secara profesional, proporsional, dan prosedural demi kepentingan hukum.
SEMMI menegaskan bahwa ketika penyidik menunda atau menolak tindakan yang seharusnya dilakukan, hal ini melanggar prinsip profesionalisme dan proporsionalitas yang diatur dalam KUHAP, khususnya Pasal 77 tentang praperadilan.
“Kelalaian ini tidak hanya merugikan proses hukum, tapi juga menimbulkan keraguan publik terhadap komitmen Polri dalam menegakkan hukum secara adil dan tanpa diskriminasi,” kata juru bicara SEMMI NTB.
SEMMI NTB mendesak Kapolres Dompu dan jajaran untuk segera menjalankan kewajiban penegakan hukum dengan transparan dan tanpa pandang bulu demi menjaga supremasi hukum di NTB.*
(m/NI)