![]() |
Narasi Indonesia.com, Mataram - Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Barat (SEMMI NTB) menyoroti terkait penerbitan 16 Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang dinilai tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat secara luas. Kebijakan tersebut justru terindikasi kuat hanya menguntungkan kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan dampak ekologis yang serius, pada Kamis (4/9/2025).
IPR: Legalitas untuk Siapa?
Penerbitan IPR seharusnya menjadi jalan legal bagi masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri, adil, dan lestari. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan tambang rakyat di NTB masih jauh dari cita-cita tersebut. IPR yang seharusnya diberikan kepada kelompok masyarakat kecil, justru dikendalikan oleh elite lokal atau aktor-aktor bermodal besar yang berlindung di balik nama "rakyat".
Alih-alih memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang, praktik ini hanya melanggengkan ketimpangan dan eksklusi sosial. Banyak warga lokal justru tidak terlibat langsung atau hanya menjadi buruh di atas tanah kelahiran mereka sendiri.
Dampak Ekologis: Alam Dibayar Murah
Selain persoalan keadilan sosial, SEMMI NTB juga menyoroti dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas tambang rakyat yang tidak dikelola dengan prinsip keberlanjutan. Tanpa adanya pengawasan ketat dan manajemen lingkungan yang baik, aktivitas ini telah menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air, dan konflik agraria di sejumlah wilayah NTB.
Berdasarkan pendekatan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), setiap kegiatan pertambangan, termasuk yang berbasis rakyat, tetap memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memenuhi standar teknis, administratif, serta lingkungan. Namun dalam praktiknya, banyak IPR yang tidak memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan), bahkan tidak ada pengawasan dari Dinas Lingkungan Hidup.
Pemerintah Daerah Harus Bertanggung Jawab
Ketua Umum SEMMI NTB Muhammad Rizal Ansari, mendesak pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di NTB agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh IPR yang telah diterbitkan. Penerbitan izin tidak boleh didasarkan pada kepentingan politis, tekanan kelompok elite, atau dalih formalitas semata. Pemerintah harus memastikan bahwa:
1. IPR benar-benar diberikan kepada masyarakat lokal dengan skema koperasi atau kelompok masyarakat yang terorganisir secara adil.
2. Setiap kegiatan pertambangan rakyat memenuhi standar lingkungan dan memiliki dokumen kelayakan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Ada transparansi dan partisipasi publik dalam proses penerbitan IPR serta mekanisme pengawasan independen.
Ketua Umum SEMMI NTB,Muhammad Rizal Ansari, menegaskan bahwa "tambang rakyat" bukanlah ruang abu-abu untuk melegalkan perampokan sumber daya alam oleh segelintir orang atas nama rakyat. Jika orientasi pengelolaan tambang tidak diubah, maka NTB hanya akan mewarisi kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan ketimpangan struktural yang lebih dalam.
Sudah saatnya negara hadir melalui penegakan hukum, pengawasan ketat, dan keberpihakan nyata kepada rakyat dan lingkungan hidup, pungkasnya.*
(m/NI)