Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pengamat Politik UMM: Anies-Cak Imin, Apakah Duet Mereka Dapat Memenangkan Pilpres 2024?

Jumat, 01 September 2023 | September 01, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-09-01T11:40:37Z

Dr. Salahudin, S.IP., M.Si. pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang (dok. istimewa)

Narasi Indonesia.com, MALANG-Tanpa diduga Anies bersama Nasdem merapat ke Cak Imin, PKB; atau bisa jadi sebaliknya Cak Imin bersama PKB merapat ke Anies dan Nasdem. Pertemuan, kerjasama, dan adanya kesempatan politik di antara mereka adalah bukti bahwa politik adalah strategi seni memenangkan agenda politik masing-masing. Situasi seperti ini sekaligus menggambarkan bahwa politik praktis sangat dinamis, berubah tanpa diduga, cair mengalir tak menentu, yang jelas semuanya didasari oleh kepentingan politik. Semua dapat dilakukan untuk menyelamatkan dan mengamankan kepentingan politik masing-masing. 


Bagaimana peluang Anies-Cak Imin; apakah duet mereka dapat memenangkan Pilpres 2024? Ada banyak catatan yang dapat diuraikan untuk mengukur sejauh mana peluang Anies-Cak Imin, yaitu di antaranya:


Pertama, duet Anies-Cak Imin meninggalkan jejak politik yang tidak baik bagi PKS dan Demokrat. PKS dan Demokrat merasa dikhianati oleh Anies dan Nasdem sebab sebelumnya Nasdem, PKS, dan Demokrat bersepakat mengusung Anies sebagai Capres dan Cawapres dari kader Demokrat atau PKS. Dua bulan terakhir Cawapres Anies mengerucut atau tertuju pada ketum Demokrat alias akan memilih AHY sebagai Cawapres. Dan ini bisa diterima oleh PKS dengan beragam pertimbangan. Tapi kini Anies dan Nasdem justru memilih Cak Imin sebagai Cawapres nya. Ini membuat PKS dan Demokrat kecewa terhadap Anies-Nasdem. Pastinya, PKS dan Demokrat akan menarik dukungannya terhadap Anies. 


Kedua, duet Anies-Cak Imin adalah pilihan atau keputusan politik Anies bersama Surya Paloh, ketum Nasdem yang merupakan jawaban atau solusi politik untuk menguatkan dan meningkatkan elektabilitas Anies. Jika, Anies memilih AHY sama saja Anies dan Nasdem mendeklarasikan kekalahannya dalam Pilpres 2024 nanti. Sebab elektabilitas AHY sangat lemah dan semakin melemah, dalam waktu yang bersamaan elektabilitas Anies juga semakin merosot. Artinya jika Anies diduetkan dengan AHY jelas kalah; tidak menguntungkan bagi Anies dan Nasdem. Jadi, menggandeng Cak Imin sebagai Cawapres Anies adalah pilihan rasional yang diambil oleh Anies dan Surya Paloh, ketum Nasdem. 


Ketiga, duet Anies dan Cak Imin menimbulkan pertanyaan kenapa Cak Imin bersama PKB pada akhirnya berlabu pada kubu Anies dan Nasdem, yang selama ini tidak menunjukkan hubungan politik yang kuat di antara mereka? Tentu, jawaban nya adalah karena Cak Imin dan PKB merasa tidak mendapatkan peluang menjadi Cawapres di kubu Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKRI) yang belakang nama koalisi tersebut berubah menjadi Koalisi untuk Indonesia Maju. Bagi Cak Imin dan PKB kerjasama politik harus menguntungkan dan dibangun untuk kepentingan politik partai. Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa Cak Imin tidak merapat ke Ganjar dan PDIP?


Keempat, duet Anies-Cak Imin dinilai akan memperkuat, menguatkan, dan meningkatkan elektabilitas Anies yang belakangan melemah. Kenapa demikian? Dengan menggandeng Cak Imin, Anies akan mendapatkan dukungan dari sebagain warga Nahdliyyin. Cak Imin sebagai tokoh NU akan berupaya meyakinkan warga, ulama, Kiyai, para Gus, dan santri Nahdliyyin bahwa Anies layak didukung. Meskipun Cak Imin sedikit ada masalah di kalangan Nahdliyyin karena masa lalu PKB, namun masalah itu relatif dapat diatasi dengan baik oleh Cak Imin melalui tokoh tokoh penting NU. 


Kelima, duet Anies-Cak Imin mensolidkan warga Muhammadiyah dan NU. Kenapa demikian? Jauh sebelum Anies diusung sebagai Capres, sebagian warga Muhammadiyah mengidolakan Anies sebagai sosok pemimpin, cendekiawan, dan tokoh intelektual yang layak menjadi pemimpin nasional, dalam hal ini sebagai Presiden RI. Warga Muhammadiyah di akar rumput memberi sinyal kuat mendukung Anies di Pilpres 2024, minimal ditandai hasil Survey Lab Ilmu Politik UMM yang menunjukkan bahwa pilihan politik warga Muhammadiyah Jatim lebih banyak kepada Anies dibandingkan Prabowo dan Ganjar. Artinya, salah satu basis masa Anies adalah warga Muhammadiyah. Kini Anies menggandeng Cak Imin yang merupakan tokoh NU. Cak Imin adalah salah satu tokoh panutan warga NU. Warga NU adalah basis masa Cak Imin, kekuatan politik yang mendorong Cak Imin maju sebagai Capres atau cawapres. Artinya, duet Anies-Cak Imin mempersatukan dua basis masa berbasis ormas, yakni Muhammadiyah dan NU. Ini akan menjadi kekuatan politik untuk memenangkan Pilpres 2024. 


Keenam, duet Anies-Cak Amin mengurai kebekuan politik yang dihadapi Anies selama ini, yaitu Anies sangat sulit mencitrakan dirinya bahwa ia adalah politisi yang pro pada isu isu toleransi, pluralisme, dan demokrasi karena sebelumnya Anies dikenal sebagai politisi yang dekat dengan kelompok-kelompok Islam garis kanan, tokoh politik identitas, dan non pribumi. Dengan menggandeng Cak Imin yang merupakan politisi partai pembela pluralisme dan demokrasi, maka labeling Anies yang tidak menguntungkan secara politik itu dapat diminimalisir dan diantisipasi, sehingga Anies dapat dengan mudah mencitrakan diri bahwa Ia adalah politisi yang berpihak pada isu isu toleransi, pluralisme, dan demokrasi. 


Ketujuh, peluang Anies-Cak Imin semakin besar peluang memenangkan Pilpres 2024, jika pasangan duet ini mampu: meyakinkan dan mensolidkan elit elit NU untuk mendukung pasangan duet ini. Dalam hal ini, Cak Imin harus berupaya keras agar tokoh tokoh NU yang berpengaruh lainnya seperti Khofifah, Yahya Cholil Staquf, dan Said Aqil Siradj turun tangan mendukung dirinya sebagai cawapres Anies. Dikhawatirkan tokoh tokoh tersebut menjadi Cawapres atau mendukung Prabowo atau Ganjar. Jika ini terjadi, maka sulit bagi Anies-Cak Imin mensolidkan basis masa NU. Karena tradisi politik NU, soliditas elit menentukan soliditas warga NU pada akar rumput. Artinya, jika Cak Imin mampu membangun soliditas elit, maka Cak Imin pun akan mampu mendapatkan dukungan para Kiyai, para Gus, santri, dan warga NU umumnya.*


Penulis:

Dr. Salahudin, S.IP., M.Si. (Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang)


Editor:

m/NI

×
Berita Terbaru Update