×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dari Bonus Demografi ke Kekuatan Ekonomi Nasional: Peran Koperasi Merah Putih dalam Menghadapi Middle Income Trap

Minggu, 10 Agustus 2025 | Agustus 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-10T08:26:10Z

Penulis, Safrudin, Sekretaris Umum HMI Badko Jabodetabeka Banten (dok.istimewa)

Narasi Indonesia.com, Jakarta - Beberapa waktu lagi Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80, usia yang seharusnya matang sebagai sebuah bangsa, terlebih kala negara lain yang lebih muda, seperti China dan Singapura telah bertransformasi menjadi negara maju. Kini, Indonesia berada pada persimpangan sejarah yang menentukan. 


Di satu sisi, terdapat peluang emas berupa bonus demografi yang hanya datang sekali dalam satu generasi; di sisi lain, ancaman terjebak dalam middle-income trap semakin nyata. Fenomena middle-income trap merujuk pada situasi ketika negara yang telah lepas dari status pendapatan rendah gagal melangkah menjadi negara berpendapatan tinggi. Hambatan utamanya bukan sekadar ketiadaan pertumbuhan, tetapi ketidakmampuan melakukan transformasi struktural—dalam produktivitas, inovasi, dan distribusi kemakmuran.


Dalam titik ini, gagasan “Koperasi Merah Putih” yang jadi salah satu program prioritas pemerintah menemukan relevansinya. Program itu terlarang berhenti sebagai slogan politik yang didasarkan pada populisme kerakyatan, melainkan harus diposisikan sebagai instrumen strategis untuk keluar dari jebakan tersebut. Koperasi, sebagaimana dimandatkan Pasal 33 UUD 1945, menempatkan kesejahteraan bersama di atas akumulasi modal perorangan. Lebih dari itu, konstitusi mengamanahkan konsep radikal, yakni membangun struktur ekonomi nasional di atas asas kebersamaan dan demokrasi ekonomi, bukan sekadar menyalin cetak biru kapitalisme pasar bebas yang diimpor dari luar.


Middle-Income Trap dan Bonus Demografi

Indonesia tengah menikmati struktur penduduk yang menguntungkan, yaitu sekitar 70% berada pada usia produktif (15–64 tahun), dengan rasio ketergantungan yang menurun di bawah 50 %. Bonus demografi ini diperkirakan bertahan hingga 2035–2040. Secara teoritis, proporsi usia produktif yang tinggi membuka peluang pertumbuhan ekonomi pesat, asalkan tenaga kerja tersebut terserap ke sektor produktif dengan produktivitas tinggi.


Namun, peluang ini bukan tanpa risiko. Tanpa perencanaan strategis, bonus demografi dapat berubah menjadi bencana demografi yang mewujud dalam bentuk pengangguran masif, pekerjaan informal, dan stagnasi pendapatan per kapita. Untuk mengubahnya menjadi akselerasi, diperlukan mekanisme yang mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan keterampilan, dan memastikan nilai tambah ekonomi tetap berada di dalam negeri. Pada titik inilah koperasi modern yang kini tengah dirintis dapat mengisi peran vital sebagai wadah kolektif yang mengorganisasi partisipasi ekonomi rakyat sekaligus menjadi kendaraan industrialisasi berbasis teknologi.


Belajar dari Negara Maju

Sejumlah negara maju memberi teladan bahwa model ekonomi kolektif dalam bentuk koperasi bukanlah konsep usang, melainkan strategi yang relevan di abad ke-21. Spanyol misalnya, memiliki jaringan lebih dari 95 koperasi milik pekerja, menyerap sekitar 80.000 tenaga kerja, dengan tata kelola demokratis. Keunggulan mereka terletak pada integrasi penuh antara produksi, riset, dan distribusi keuntungan yang kembali ke anggota. Selain Spanyol, Finlandia juga memiliki koperasi seperti Valio, Munakunta, dan Metsäliitto yang menguasai sebagian besar rantai produksi pangan dan kehutanan. Sekitar 84 % masyarakat menjadi anggota koperasi, dengan kontribusi hingga 10% terhadap PDB nasional. 


Denmark dan Jerman menunjukkan bahwa koperasi dapat menjadi pelaku utama di sektor energi terbarukan. Di Jerman, hampir setengah kapasitas energi terbarukan dimiliki oleh koperasi, sementara di Denmark, masyarakat menguasai 20% kapasitas turbin angin. Belanda melalui Rabobank membuktikan bahwa koperasi bisa mengelola lembaga keuangan skala global tanpa kehilangan prinsip demokrasi ekonomi. Dari contoh-contoh negara maju, terlihat pola yang konsisten, dimana koperasi yang kuat selalu mengintegrasikan partisipasi anggota, penguasaan teknologi, akses modal, dan posisi strategis di rantai nilai.


Model Koperasi Merah Putih

Koperasi di Indonesia selama ini kerap dipersepsikan sebagai entitas kecil, bergerak di sektor informal, atau sekadar alat politik. “Koperasi Merah Putih” yang kini dirintis harus menjadi koperasi produktif, modern, dan berskala besar yang mampu memasuki sektor strategis, tidak hanya pertanian dan pangan, tetapi juga teknologi, energy dan manufaktur bernilai tambah tinggi. Fungsi utamanya tidak berhenti pada distribusi keuntungan, tetapi lebih dari itu. Pertama, menjalankan fungsi produksi pengetahuan, yakni membangun kapasitas riset dan inovasi internal, pengelolaan modal sosial. Kedua, mengorganisasi tenaga kerja produktif dari bonus demografi serta merangsang daya saing kolektif yang mampu bersaing secara sehat dengan korporasi swasta dan BUMN di pasar domestik maupun global.


Agar hal ini terjadi, negara harus memfasilitasi terbentuknya koperasi berskala nasional dengan tata kelola transparan, insentif keungan, akses pembiayaan murah, dan dukungan riset. Pendidikan koperasi juga harus direformasi, bukan hanya sekedar formalitas berupa seminar dan pelatihan sesaat, tetapi lebih dari memuat keterampilan manajerial, literasi keuangan, dan pemahaman teknologi digital. 


Untuk mampu mewujudkan lompatan besar kedepan itu, Koperasi Merah Putih harus bebas dari hambatan intrik apalagi konflik kepentingan politik. Segenap stakeholder perlu bekerja sama, menempatkan kepentingan masa depan bangsa dan negara diatas kepentingan gerbong dan kelompoknya sendiri. Harus ada distingsi tegas antara realitas dan idealitas politik. Realitas politik memang menyingkap kabinet pelaksana program besar ini berasal dari patron politik tertentu, tetapi bagaimanapun patron itu harus disisihkan demi dan atas nama idealitas politik, yakni sarana mewujudkan kesejahteraan rakyat.


Mengaitkan Bonus Demografi dan Transformasi Struktural

Koperasi Merah Putih dapat menjadi instrumen utama untuk mengubah bonus demografi menjadi pertumbuhan inklusif. Melalui koperasi, tenaga kerja usia produktif tidak hanya diserap, tetapi juga dilibatkan dalam kepemilikan bersama. Ini menciptakan dua efek sekaligus, yakni peningkatan produktivitas dan pemerataan distribusi keuntungan. Pendekatan ini bukan utopia. Di negara-negara seperti Korea Selatan dan Finlandia, integrasi antara kebijakan industrialisasi, inovasi teknologi, dan partisipasi kolektif terbukti mampu mendorong mereka keluar dari status pendapatan menengah menuju negara maju.


Tantangan dan Jalan Ke Depan

Tantangan terbesar adalah mengubah paradigma. Selama koperasi dipandang sebagai “ekonomi kelas dua” atau sekadar sarana mendapatkan bantuan pemerintah, ia akan sulit berkembang. Diperlukan keberanian untuk menempatkan koperasi sejajar dengan model korporasi lain, bahkan bersaing di sektor strategis. Selain itu, keberhasilan Koperasi Merah Putih memerlukan sintesis antara state capacity dan social capital. Negara yang kuat saja tidak cukup, partisipasi sosial tanpa arah kebijakan yang jelas juga tidak efektif. Koperasi modern bisa menjadi jembatan dengan mengorganisasi partisipasi rakyat dalam bingkai kebijakan ekonomi nasional yang terencana.


Jalan keluar dari middle-income trap tidak akan ditemukan pada satu resep tunggal. Ia membutuhkan akselerasi di tiga lini: produktivitas, inovasi, dan pemerataan. Produktivitas tanpa inovasi hanya akan mempertahankan status quo berbasis upah rendah. Inovasi tanpa pemerataan akan melahirkan ketimpangan sosial, sementara pemerataan tanpa produktivitas dan inovasi akan mengarah pada stagnasi. Koperasi Merah Putih adalah proyek masa depan yang mampu menyatukan ketiganya. Dengan memanfaatkan momentum bonus demografi, ia bisa menjadi kendaraan kolektif yang mengikat nilai tambah ekonomi di dalam negeri, membangun kedaulatan ekonomi, dan membawa Indonesia melangkah ke status negara maju.*


Penulis:

Safrudin (Sekretaris Umum HMI Badko Jabodetabeka Banten)


Editor:

(m/NI)

×
Berita Terbaru Update